Dalam dunia usaha, cek sering digunakan sebagai instrumen pembayaran atau jaminan untuk memenuhi sebuah perjanjian. Untuk menjamin pembayaran, Pemberi Cek wajib menyediakan dana yang cukup pada saat Cek dicairkan. Penarikan Cek oleh Pemegang Cek dapat dilakukan dalam tenggang waktu 70 hari sejak Cek diterbitkan. Cek akan daluwarsa 6 (enam) bulan terhitung sejak berakhirnya tenggang waktu pencairan. Jika Cek setelah tenggang waktu pencairan Cek tidak dibatalkan oleh Pemberi Cek maka Pemberi Cek tetap wajib menyediakan dana sampai dengan daluwarsa Cek. Namun, dalam beberapa kasus, cek yang diberikan ternyata tidak bisa dicairkan karena ternyata dananya tidak ada atau tidak cukup. Apabila pada saat pencairan, dana pada rekening tidak mencukupi maka dapat dikategorikan sebagai Cek Kosong. Berikut dapat dijelaskan terkait kualifikasi dan akibat hukum pembayaran menggunakan Cek Kosong.
Kualifikasi Cek Kosong
Cek Kosong adalah Cek yang ditolak pembayaran atau pemindahbukuannya oleh Bank Tertarik dengan alasan penolakan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia (Pasal 1 Angka 27 Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/43/PBI/2016 “Perubahan PBI DHN”). Apabila pada saat pengunjukan, dana pada rekening tidak mencukupi maka dapat dikategorikan sebagai Cek Kosong.
Namun demikian, kategori Cek Kosong tersebut tidak berlaku apabila:
- unsur/syarat formal Cek tidak dipenuhi;
- Cek telah daluwarsa;
- Cek dibatalkan setelah Tenggang Waktu Pengunjukan berakhir;
- Cek diduga palsu atau dimanipulasi.
(Pasal 11 Perubahan PBI DHN)
Akibat Hukum Transaksi Dengan Cek Kosong
Mahkamah Agung melalui Yurisprudensi Nomor 5/Yur/Pid/2018 telah mengkualifisir tindakan membayar sesuatu dengan cek/bilyet giro yang tidak ada/tidak cukup dananya untuk membayar, merupakan bentuk penipuan.
Mahkamah Agung telah memutuskan bahwa perbuatan tersebut merupakan tindakan penipuan sebagaimana Putusan No. 133K/Kr/1973. Putusan tersebut menyatakan bahwa seseorang yang menyerahkan cek, padahal ia mengetahui bahwa cek itu tidak adadananya, perbuatannya merupakan tipu muslihat sebagai dimaksud dalam Pasal 378 KUHP.
Pandangan ini kemudian digunakan dalam putusan lain, yaitu Putusan No. 1036 K/Pid/1989, yang menyatakan bahwa karena sejak semula Terdakwa telah dengan sadar mengetahui bahwa cek-cek yang diberikan kepada saksi korban tidak ada dananya atau dikenal dengan cek kosong,tuduhan penipuan harus dianggap terbukti.
Putusan senada dan konsisten juga ditemukan dalam beberapa perkara, yakni:
- 428 K/Pid/2016;
- 502 K/Pid/2016;
- 628 K/Pid/2016;
- 678 K/Pid/2016;
- 891 K/Pid/2016;
- 1706 K/Pid/2016;
- 44 PK/Pid/2017;
- 194 K/Pid/2017;
- 288 K/Pid/2017;
- 290 K/Pid/2017;
- 430 K/Pid/2017;
- 528 K/Pid/2017;
- 937 K/Pid/2017;
- 1006 K/Pid/2017
Dengan demikian, atas konsistensi sikap hukum tersebut menjadikan pembayaran dengan cek kosong sebagai Yurisprudensi di Mahkmah Agung.